1. CUACA
Setiap saat kita merasakan adanya keadaan udara. Kadang-kadang terasa panas, kadang-kadang terasa dingin; kadang-kadang bertiup angin kencang, kadang-kadang terasa lembap, dan lain-lain. Di pegunungan terasa berbeda di pantai. Keadaan semacam itu disebut “cuaca”
Secara sistematik didefinisikan bahwa cuaca adalah keadaan udara atau atmosfer setiap saat. Keadaan tersebut dinyatakan dengan ukuran suhu, tekanan, angin, kelembapan, dan adanya fenomena dalam atmosfer misalnya kabut, berawan, hujan, badaiguntur, dll.).
Ciri kecuacaan suatu daerah disebut “iklim”, yang jenisnya dinyatakan dengan nilai statistik cuaca dari wilayah yang bersangkutan.
Selain itu kita sering mendengan kata musim, misalnya musim hujan, musim kemarau, musim dingin, musim panas, dan lain-lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “musim” mempunyai arti periode dengan nilai sesuatu yang dominan atau mencolok. Jadi musim hujan berarti periode dengan banyak turun hujan; musim dingin adalah periode dengan suhu udara yang selalu dingin.
Ilmu tentang cuaca disebut “meteorologi”, dan ilmu tentang iklim disebut “klimatologi”.
Dalam buku International Meteorological Vucabulary WMO, sains meteorologi dan klimatologi diklasifikasikan bahwa meteorologi diklasifikasikan dalam meteorologi teori, meteorologi terapan, meteorologi gabungan, dan meteorologi praktik.
Meteorologi teori membahas tentang cuaca dari aspek teori fisika, dinamika, dan dari aspek laboratorium atau eksperimen.
Meteorologi terapan membahas tentang penggunaan cuaca dalam berbagai kegiatan, antara lain dalam bidang umum disebut meteorologi sinoptik, dalam bidang penerbangan disebut meteorologi aeronautik, dalam bidang kelautan disebut meteorologi maritim, dalam bidang pengelolaan air disebut hidrometeorologi, dalam bidang pertanian disebut agrometeorologi, dan dalam bidang kesehatan disebut meteorologi kesehatan.
Banyak dijumpai bahwa dalam membahas tentang penggunaan cuaca diperlukan ilmu lain yang tidak dapat dipisahkan secara eksplisit. Dari aspek tersebut maka lahirlah ilmu cuaca gabungan yang disebut meteorologi gabungan. Meteorologi gabungan antara lain biometeorologi, dan radiometeorologi. Biometeorologi adalah gabungan antara biologi dan meteorologi, dan radiometeorologi gabungan antara radiologi dan meteorologi.
Ada pula cabang meteorologi yang membahas cuaca dari aspek skala, baik dari skala waktu maupun skala ruang, yakni meteorologi mikro, meteoroloygi meso. Meteorologi mikro membahas tentang cuaca dalam skala kecil, yakni meliputi cuaca dekat pada permukaan bumi, sedangkan meteorologi meso membahas tentang cuaca dalam skala yang lebih besar.
Meteorologi praktik membahas tentang meteorologi dalam praktik kegiatan sehari-hari.
Sebagai bidang ilmu, meteorologi sudah lama dikenal. Ribuan tahun sebelum Masehi cerita-cerita tentang cuaca dan pemanfaatan cuaca telah ditemukan, sehingga dikenal iklim sejarah yaitu ilmu cuaca yang didasarkan atas cerita-cerita dan atau tanda-tanda zaman lampau.
Secara ilmiah banyak orang berpendapat bahwa cuaca sudah dikenal sejak adanya manusia. Pada saat itu sikap manusia kepada cuaca hanya bersifat menerima dan menyerah karena cuaca dipandang sebagai sesuatu kekuatan yang ajaib. Dari cerita prasejarah orang sudah mengenal musim. Di India misalnya, G.C. Asnani dalam bukunya Tropical Meteorologi, mengemukakan bahwa menurut buku The Rig Veda of India, lebih dari 3000 tahun SM telah dikenal musim dan monsun. Kemudian dikemukakan oleh Kautiliya dari India bahwa pada abad ke-4 sebelum Masehi telah disebutkan pentingnya pemerhatian curah hujan.
Pengukuran cuaca. Meskipun cerita tentang cuaca sudah banyak diketemukan, namun tidak didukung dengan data cuaca yang dihasilkan dari pengukuran. Pengamatan dan pengukuran cuaca baru dapat dimulai dari abad ke-17 sesudah Masehi setelah banyak penemuan teknologi, seperti misalnya :
Tahun 1600, termometer diketemukan oleh Galileo untuk mengukur suhu udara.
Tahun 1639, penemuan petakar hujan oleh Casteli, murid Galileo.
Tahun 1644, penemuan barometer untuk mengukur tekanan udara oleh Torricelli, juga murid Galileo.
Tahun demi tahun, berbagai alat makin banyak ditemukan, misalnya higrometer untuk mengukur kelembapan udara; anemometer untuk mengukur kecepatan angin. Dengan adanya berbagai alat ukur tersebut pos-pos pengamatan cuaca didirikan dalam suatu aturan sehingga membentuk jejaring pengamatan.
Tahun 1653 dicatat sebagai awal pembangunan jejaring stasiun pengamatan cuaca. Pada tahun tersebut Ferdinan II dari Tuscani membangun tujuh stasiun pengamatan cuaca di Italia Utara.
Pada tahun 1780, Masyarakat Meteorologi Mannhein di Jerman membangun jejaring pengamatan yang terdiri atas 39 stasiun pengamatan tersebar di 14 tempat di Jerman, 4 di Amerika Serikat, dan 21 di berbagai negara di Eropa. Stasiun pengamatan tersebut dilengkapi dengan alat peukur suhu (termometer), alat peukur tekanan udara (barometer), alat peukur kelembapan udara (higrometer), alat peukur angin (anemometer), dan alat peukur curah hujan.
2. KONSEP CUACA.
Dengan diketemukannya alat-alat, percobaan–percobaan laboratorium mulai dilakukan.
Tahun 1659, Robert Boyle mengemukakan dari hasil percobaan laboratorium yang dilakukan, tentang adanya hubungan erat antara tekanan udara dan volume serta suhu udara dalam suatu kaidah yang dikenal dengan "hukum Boyle dan hukum Boyle Gay-Lussac” (Charles). Masing-masing dinyatakan dalam bentuk rumus :
pV = tetap,
pa = RT
( dengan p = tekanan; V = volume; a = volume spesifik; R = kontanta gas universal; dan T = suhu). Penemuan tersebut mengawali pengkajian lebih mendalam tentang gerakan-gerakan udara.
Hasil pengamatan dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari percobaan laboratorium tersebut lahirlah berbagai konsep tentang cuaca.
3. PEREDARAN ATMOSFER
Tahun 1686, Halley mengemukakan hipotesanya tentang peredaran umum atmosfer. Dia berpendapat bahwa pemanasan matahari dan perputaran bumi adalah pangkal dari timbulnya tatanan peredaran atmosfer global. Dia dikenal sebagai orang pertama yang mengemukakan “angin pasat” dalam pandangannya tentang sistem peredaran umum atmosfer.
Tahun 1735, atau sekitar 50 tahun kemudian sesudah Halley, Hadley membenarkan dan menyempurnakan pendapat Halley tersebut.
Tahun 1783, Lavoisier mengemukakan penemuannya tentang komposisi atmosfer.
Tahun 1800, Dalton juga mengemukakan hal yang sama, yang dapat dipandang sebagai penambah kesempurnaan dari apa yang diketemukan Lavoisier.
4. PETA CUACA
Perhatian masyarakat kepada cuaca terus bertambah. Hal tersebut terlihat dengan makin banyaknya jejaring pengamatan cuaca. Dengan data cuaca yang diperoleh dari jejaring stasiun pengamatan, dibuat peta cuaca.
Pada tahun 1820, peta cuaca, yakni rajahan hasil pengamatan dari jejaring pengamatan cuaca dari berbagai stasiun pengamatan dikenalkan oleh H.W. Brandes di Leipzig. Dengan peta cuaca itu pertama kali ditunjukkan letak badai yang menerpa Eropa pada tahun 1820 dan 1821. Hampir dalam waktu yang bersamaan W.C. Redfield di New York menunjukkan serangkaian peta cuaca yang memuat letak hurikan.
Sekitar 20 tahun kemudian pola-pola tekanan yang berkaitan dengan siklon dan antisiklon dibuat oleh J.P. Epsy dan Reid dari Phildelphia, Pedington di Inggris. Dengan menggunakan peta cuaca seperti yang telah disebutkan, berbagai fenomena dapat diketahui.
Tahun 1843, dicatat sebagai awal digunakannya sistem telekomunikasi telegraf untuk mengirimkan data cuaca antara Washington dan Baltimore.
Tahun 1850 di Washington D.C. diperagakan peta cuaca berdasarkan data yang dikumpulkan dengan menggunakan telekomunikasi telegraf; kemudian menyusul di Peranccis pada tahun 1855.
5. KONFERENSI INTERNASIONAL.
Penemuan - penemuan yang diperoleh dari analisis cuaca melahirkan pandangan bahwa cuaca itu bergerak dan berkaitan antara yang ada di suatu tempat dan yang ada di tempat lain. Dari pandangan tersebut selanjutnya timbul gagasan akan perlunya untuk saling bertukar data dan pengalaman.
Tahun 1853, gagasan tentang saling bertukar data dan pengalaman tersebut diwujudkan dalam suatu pertemuan yang disebut “Konferensi Internasional Meteorologi”. Konferensi pertama diselenggarakan di Brussel pada bulan Agustus tahun 1853, yang dihadiri oleh banyak kalangan, terutama para pelaut dan masyarakat meteorologi. Dalam konferensi tersebut dibahas tentang kerjasama internasional dan pembakuan pengamatan serta penyusunan log-boek secara kontinu. Namun karena mereka itu umumnya bukan orang-orang pemerintahan, hasil bahasan tersebut belum dapat menjadi ikatan yang tetap.
Pada tahun 1872, tepatnya tanggal 14 Agustus 1872, hasil konferenssi tersebut baru dibahas oleh para ahli dan pemuka meteorologi dalam suatu pertemuan di Leipzig. Pertemuan tersebut mengahasilkan keputusan yang disusun secara lengkap dan sistematik yang kemudian diajukan kepada Kepala-Kepala Pemerintahan di berbagai negara di Eropa. Usulan tersebut mendapat tanggapan baik.
Pada tahun 1873, tanggapan tersebut direalisasi dengan diselenggarakannya Kongres Internasional Meteorologi pada tanggal 16 September 1873 di Wina. Berbeda dengan kongres sebelumnya, kongres tahun 1873 tersebut dihadiri oleh 32 orang yang mewakili 20 negara. Kongres berhasil membentuk “Komite Tetap”, dan memilih Buys Ballot sebagai Presiden Komite yang pertama. Kongres juga membentuk organisasi yang disebut “Organisasi Meteorologi Internasional”. Organisasi Meteorologi Internasional beranggotakan para Direktur Meteorologi dari berbagai negara.
Pada tahun 1874 Komite Tetap tersebut menghasilkan kesepakatan tentang pengamatan dan tatacara publikasi hasil pengamatan. Untuk itu diperlukan berbagai ketentuan baku, antara lain ketentuan waktu pengamatan.
Tanggal 1 Januari 1875 adalah tanggal dimulainya penggunaan waktu pengamatan sinkron, yakni waktu yang disepakati untuk dilakukannya pengamatan cuaca secara serentak. Waktu pengamatan sinkron tersebut menggunakan rujukan waktu bujur geografi 0o dekat Greenwhich, yang selanjutnya disebut waktu Greenwhich (Greenwhich Mean Time = GMT ); sekarang menggunakan Universal Time Coordinate = UTC).
Tahun 1882-1883 kiranya cukup penting; dalam tahun tersebut Komite Tetap ikut serta mengisi kegiatan dalam Program Kutub Internasional Pertama ( First International Polar Year ) tahun 1882-1883. Disamping itu hasil penting yang baik untuk dicatat pada akhir abad ke-19 tersebut adalah dikenalkannya meteorologi dinamik oleh V. Bjerknes, dengan teori peredaran yang dasar matematikanya : dC/dt = - § a dp.
6. PENGAMATAN CUACA.
Dalam bidang pengamatan terlihat banyak kemajuan; antara lain ditandai dengan makin banyaknya stasiun pengamatan di berbagai negara. Selain pengamatan cuaca permukaan, pengukuran angin dengan balon unting mulai dilakukan. Dengan melacak gerakan balon yang dilepas ke udara dapat dihitung arah dan kecepatan angin di berbagai ketinggian. Pengukuran dengan menggunakan alat yang digantungkan pada balon yang dilepas ke udara juga mulai dilakukan. Karena balon bebas bergerak mengikuti angin, maka hasil pengamatan yang direkam dapat meliputi lajur daerah yang panjang. Bila balon pecah alat-alat yang digantung jatuh ke bumi. Untuk memperoleh kembali alat-alat tersebut pada alat diberi tulisan tentang keterangan alat, dan diharapkan kepada yang menemukan mengirimkan ke alamat yang disebutkan. Juga diberi penjelasan bahwa biaya pengirimannya akan diganti.
Dalam menyambut Hari Meteorologi Dunia tahun 1994 Dr. Obasi Sekretaris Jendral WMO (bull. WMO. Vol. 43 no.1 januari 1994) mengemukakan bahwa sampai tahun itu terdapat lebih dari 9000 stasiun pengamatan cuaca di darat dan 7000 stasiun pengamtan cuaca di kapal laut melakukan pengamatan cuaca permukaan tiga jam sekali setiap hari. Kira-kira 10 % melakukan pengamatan udara atas (tekanan, suhu, kelembapan, angin) sampai ketinggian 30 km sekali sampai dua kali setiap hari. Dikemukakan pula bahwa selain pengamatan cuaca di darat dan di laut, penerbang dan /atau awak pesawat terbang yang sedang dalam penerbangan juga melakukan pengamatan cuaca sepanjang jalur penerbangannya.
7. DATA RAHASIA.
Perang Dunia Pertama ( 1914 - 1918) membawa akibat kurang baik bagi meteorologi. Semula dengan sifat-sifat cuaca yang diketahui, orang mengerti akan kemanfaatan cuaca bagi berbagai kegiatan. Namun sebagian orang memanfaatkannya untuk penentuan strategi perang. Karena dimanfaatkan untuk keperluan perang itulah maka kerjasama dan pertukaran data cuaca antar stasiun pengamatan dari berbagai negara menjadi terganggu. Meskipun jumlah stasiun pengamatan di masing-masing negara bertambah. Tetapi pertukaran tidak berlangsung karena data cuaca menjadi data rahasia. Data cuaca yang semestinya dibuat dalam bentuk tertentu yang telah ditetapkan secara internasional banyak yang tidak dilaksanakan. Kerahasiaan data cuaca tersebut juga pernah dilakukan di Indonesia pada sekitar tahun 1959 - 1962.
8. GELOMBANG ATMOSFER.
Meskipun mengalami banyak hambatan, pengetahuan mengenai cuaca terus berkembang.
Pada akhir abad ke-19 teori massa udara, teori perenggan (front), dan teori dinamik dikenalkan oleh Solberg dan J Bjerknes dari Norwegia. Dengan menggunakan teori-teori matematik Richardson mengembangkan metode berangka (numerik) untuk menjelaskan gelombang-gelombang atmosfer.
Pada tahun 1921, dalam bukunya " Weather Prediction by Numerikal Process " Richardson (10 Oktober 1921) menulis : “ The investigation grew up out of a study of finite differences and ……………. “ dst. Namun demikian teori-teori Richardson tersebut saat itu tidak banyak mengalami kemajuan karena untuk mewujudkannya memerlukan perhitungan yang rumit yang belum dapat dilakukan pada waktu itu.
9. GELOMBANG TIMURAN.
Hambatan muncul kembali pada masa Perang Dunia Kedua ( 1939 - 1945). Pertukaran data hasil pengamatan cuaca manjadi kacau; bahkan stasiun pengamatan cuaca di banyak negara menjadi kurang terurus. Namun dalam bidang teori, terus berkembang. Teori-teori gelombang terus berlanjut dan berkembang. Dengan teori-teori tersebut Rossby, Bjerknes, Holmboe, dll. menjelaskan tentang siklon, siklon tropis, gelombang timuran dan lain-lain.
Pada tahun 1939 C,G, Rossby memperkenalkan penemuannya tentang gelombang atmosfer skala besar yang kemudian disebut " gelombang Rossby". Pada tahun itu juga, Rossby menjelaskan tentang bentuk persamaan kepusaran (vorticity) secara sederhana. Dengan rumus tersebut dijelaskan tentang gerakan atau perpindahan badai siklon dan pola gelombang skala planet dalam peta cuaca.
Pada tahun 1944, Bjerknes dan Holmboe menjelaskan perkembangan siklon ekstratropik dengan menggunakan dasar persamaan kepusaran dan kapasitas transport yang ditunjukkan oleh kerapatan isobar.
10. ORGANISASI METEOROLOGI DUNIA.
Setelah masa perang dunia kedua meteorologi dunia berkembang dengan cepat, baik dalam bidang organisasi maupun dalam bidang keilmuannya.
Tahun 1950 merupakan tahun penting bagi organisasi meteorologi. Organisasi yang sebelumnya bernama Organisasi Meteorologi Internasional, pada tanggal 23 Maret 1950 diresmikan menjadi bagian dari Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan nama Organisasi Meteorologi Dunia = OMD (World Meteorological Organization = WMO ). Sekarang tanggal 23 Maret dikenal sebagai hari Meteorologi Dunia ( World Meteorological Day ), dan sejak tahun 1961 setiap tahun diperingati dengan tema yang disusun sesuai dengan isu cuaca pada tahun yang bersangkutan.
11. PRAKIRAAN CUACA NUMERIK.
Teori-teori Richardson tentang cuaca berangka yang dikemukakan pada tahun 1921 seolah-olah hilang selama puluhan tahun, karena untuk mewujudkannya memerlukan perhitungan yang rumit yang belum dapat dilakukan pada waktu itu. Baru kemudian setelah penemuan teknologi komputer, teori-teori Richrdson tersebut dapat diwujudkan, dan makin berkembang sampai sekarang.
Tahun 1950, dengan menggunakan komputer ENIAC Charney bersama-sama dengan Fjofort, Freeman, Smagorinsky, dan Platzman melakukan eksperimen pembuatan prakiraan cuaca numerik model barotropik. Sejalan dengan kemajuan teknologi komputer, analisis dan model prakiraan cuaca numerik terus berkembang.
12. CUACA SATELIT.
Dalam hubungannya dengan Program Tahun Geofisika dan Geodesi Internasional ( International Geophysics and Geodesy Year = IGGY ) pengetahuan cuaca makin bertambah dengan diketemukannya teknologi satelit.
Pada tahun 1957, satelit pertama Sputnik diluncurkan oleh Rusia. Dengan peluncuran satelit tersebut tahun 1957 dikenal sebagai tahun memasuki zaman satelit. Satelit-satelit lain menyusul diluncurkan.
Pada tahun 1967, Satelit khusus untuk pengamatan cuaca diluncurkan. Dengan hasil pengamatan satelit cuaca koreksi terhadap teori-teori peredaran atmosfer sebelumnya dapat dilakukan.
Pada tahun 1977, jejaring pengamatan satelit cuaca dunia dibentuk dengan diorbitkannya lima satelit cuaca pegun bumi (geostationer) di atas khatulistiwa sekeliling bumi pada ketinggian sekitar 36.000 km. Dengan satelit-satelit tersebut makin banyak ciri dan perilaku cuaca dapat dikenali meskipun masih banyak pula yang sampai sekarang belum diketahui. Dengan bantuan data satelit prakiraan cuaca numerik makin berkembang. Produk prakiraan tidak hanya unsur-unsur dasar seperti tinggi geopotensial, medan suhu, medan angin, tetapi sudah dapat dihasilkan prakiraan awan, hujan, dan lain-lain.
Tahun 1985. ECMWF (European Centre for Medium Range Weather Forecast) mengembangkan analisis cuaca numeric model 19 paras (level) dan resolusi tinggi (120 km).
13. KLIMATOLOGI.
Berbeda dengan meteorologi, konsep-konsep klimatologi tidak banyak mengalami perubahan. KÖppen adalah pencentus konsep klasifikasi iklim.
Tahun 1901, Köppen mengemukakan gagasan tentang klasifikasi iklim dunia, yang terus disempurnakan sampai tahun 1931. Konsep klasifikasi iklim tersebut ditulis dalam bukunya “Grundriss der Klimakunde” di Berlin. Dengan dasar data rata-rata tahunan dan bulanan suhu dan hujan, Köppen membuat klasifikasi iklim dalam lima jenis iklim, yang masing-masing diberi lambang A, B, C, D, dan E. A = iklim hujan tropis; B = iklim kering; C = iklim hujan lintang tiunggi panas; D = iklim boreal; dan E = iklim salju. Selanjutnya Glenn Trewartha membuat klasifikasi iklim dalam enam jenis dengan menggunakan criteria suhu dan hujan. Masing-masing diberi lambang A, B, C, D, E, F, dengan A, C, D, E, F klasifikasi berdasarkan suhu, dan B klasifikasi berdasarkan hujan. A = tropis, ibun beku (frost) sebagai batas untuk daerah di tas daratan, diatas lautan bulan paling dingin sebessar 18 oC. C = subtropiks, daerah dengan 8 bulan suhu rata-rata bulanannya 10 oC atau lebih; D = lintang tengah, empat bulan suhu bulanan rata-rata 10 oC; E boreal, I bulan paling panas suhunya 10 oC atau lebih; F = iklim kutub, semua bulan rata-rata suhunya dibawah 10 oC. B adalah daerah iklim kering, yang batas luarnya ditandai dengan penguapan potenssial besarnya sama dengan banyaknya curah hujan.
Pada tahun 1937 Glenn T. Trewartha menulis tentang klimatologi dengan penerbitan bukunya “An Introduction to Climate”.
Variasi klimatik. Saat ini studi tentang iklim lebih banyak mengarah kepada klimatologi dinamik dan sifat variabilitas klimatik.
Tahun 1985, Program Penelitian Iklim Dunia (World Climate Research Programme = WRCP) mensponsori penelitian TOGA (Tropical Ocean Global Atmosphere) untuk mempelajari variabilitas antartahunan yang dipicu oleh sistem pasangan lautan-atmosfer tropik. Hasil penting dari penelitian dalam kegiatan TOGA tersebut antara lain diperolehnya suatu parameter yakni gerakan suhu laut di lautan Pasifik yang teratur dan diambil sebagai parameter yang dapat diprakirakan (predictable). Disamping itu dikenalkan fenomena ENSO (ElNino – Southern Oscillation) sebagai contoh fenomena pasangan antara fenomena laut (ElNino) dan fenomena atmosfer selatan (Southern Oscillation = SO).
Tahun 1986 istilah “climatic variation” (variasi klimatik) dan “climatic prediction” (prakiraan klimatik) digunakan oleh Dr Robert M. White, dengan alasan bahwa apabila berbicara tentang prakiraan cuaca minggu depan, dan seterusnya, hanya mungkin berbicara tentang statistik cuaca (bul.WMO vol 39, jan 1985).
Tahun 1992, dengan belajar dari keberhasilan TOGA, studi tentang variabilitas dan prediktibilitas iklim (Climate variability and Preditability = CLIVAR) dimulai. Penelitian CLIVAR tersebut disponsori oleh JSC (Joint Scientific Committee) dan WCRP. CLIVAR bertujuan untuk memahami sifat variabilitas dan prediktabilitas iklim serta tanggap sistem iklim kepada tekanan antropogenik.
14. PENGETAHUAN CUACA KAWASAN TROPIK
Sebelum tahun 1950 pembahasan cuaca kawasan tropik masih banyak menggunakan konsep sistem cuaca di kawasan lintang tinggi. Hal tersebut dapat ditunjukkan misalnya penamaan Front Antartropik (Intertropical Front = ITF). Tetapi karena sifat-sifat front seperti di lintang tinggi tidak terlihat, kini tidak lagi digunakan Front Antartropik melainkan Pias Pumpun Antartropik (PPAT = ITCZ, Intertropical Convergence Zone) Semula orang menganggap bahwa pendekatan quasi-geostropik tidak berlaku di kawasan tropik, meskipun kemudian ditunjukkan bahwa sampai batas diluar 5 derajat lintang masih cukup memadai.
Sampai tahun 1950-an, studi tentang peredaran atmosfer masih berorientasi kepada gerak gelombang zonal yang dikenal dengan gelombang Rossby. Setelah itu perhatian mulai ditujukan kepada gelombang gravitas. Konsep tentang adanya gelombang Kelvin dan gelombang campuran, yakni gelombang Rossby-gravitas yang terperangkap di kawasan khatulistiwa mulai berkembang.
Tahun 1959-1960. Sifat fluktuasi stratosfer dikemukakan oleh Graystone (1959a) dan Ebdon (1960).
Tahun 1961 Osilasi dipandang penting berkenaan dengan diketemukannya fenomena atmosfer dalam bentuk gerak osilasi QBO (Quasi Biennial Oscillation) oleh Landsberg. Selanjutnya QBO di stratosfer bawah di atas kawasan tropik dikenalkan oleh para ilmuwan (Reed dkk 1961; Veryard dan Ebdon 1961). QBO tersebut mempunyai periodisitas sekitar 26 bulan, dan dapat dikenali pada banyak unsur, utamanya suhu, angin, dan ketinggian geopotensial.
Eksperiment.
Studi tentang cuaca dan iklim kawasan tropik makin bertambah. Organisasi Meteorologi Dunia (OMD, alih istilah dari World Meteorological Organization = WMO), menaruh perhatian besar kepada berbagai eksperimen, terutama yang dilakukan di kawasan tropik yang sampai saat ini termasuk kawasan yang kurang memiliki data cuaca yang cukup. Berbagai eksperimen dilakukan antara lain :
IIOE (International Indian Ocean Expedition) yang dilakukan dalam tahun 1963-1964.
Tahun 1973 diselenggarakan ISMEX (Indo Soviet Monsoon Experiment).
Tahun 1978/79. diselenggarakan eksperimen tentang monsun yang dikenal dengan “Monsoon Eksperiment (MONEX)” yang merupakan bagian periode pengamatan khusus dari program FGGE (First GARP Global Experiment). Dari bulan Desember 1978 sampai Maret 1979 kegiatan MONEX bermarkas di Kuala Lumpur, Malaysia, yang dimaksudkan untuk mengetahui ciri-ciri monsun Asia pada musim dingin (Winter MONEX). Sedangkan dalam bulan Juni 1979 kegiatan MONEX bermarkas di New Delhi, India, dan dimaksud untuk mempelajari ciri-ciri monsun Asia musim panas (Summer MONEX).
Dalam tahun 1986 – 1989 diselenggarakan AMEX (Australian Monsoon Experiment). GAME (GEWEX- Asia Monsoon Experiment);SSCMEX (South China Sea Monsoon Experiment). Ada tiga hal utama mengenai monsun tersebut yang sampai saat ini masih dikaji kejelasannya, yaitu mengenai onset (awal mulainya), kadar, selang dan aktivitas (activities and break monsoon); dan pengaruh sumber energi dan orografi, serta aspek-aspek regional yang bersangkutan.
15. ISU PERUBAHAN IKLIM
Pada tahun 1980 para peneliti melaporkan adanya kecenderungan perubahan secara global. Kecenderungan naik terlihat pada paras muka laut. Kecenderungan naik juga terlihat pada suhu udara permukaan. Berkurangnya Ozon dan pertambahan CO2 diduga sebagai penyebab kenaikan suhu tersebut. Ozon dikenal sebagai bahan kimia dalam atmosfer yang mempunyai peran banyak kepada cuaca dan iklim serta lingkungan hidup pada umumnya.
Reaksi kimia Ozon dengan Khlor (Cl) bebas yang berasal dari CFC (Chloro Fluoro Carbon) menimbulkan pemecahan molekul Ozon, sehingga Ozon berkurang jumlahnya. Tiap pengurangan Ozon sebesar 1% mengakibatkan kenaikan jumlah ultraviolet ke bumi sebesar 1,3% sampai 1,8%. Oleh karena itu perhatian terhadap Ozon dipandang sangat penting.
Pada tahun 1839 sampai 1850, C.F. Schönbein melakukan penelitian dan mengemukakan adanya Ozon alam di atmosfer.
Pada tahun 1880, diketemukan bahwa Ozon mempunyai sifat menyerap spectrum ultraviolet dengan kuat.
Pada tahun 1913, ditunjukkan bahwa kebanyakan Ozon atmosfer terdapat di lapisan antara 19 dan 23 km.
Tahun 1920 dicatat sebagai tahun pengukuran Ozon secara kuantitatif yang dilakukan oleh G.M.B. Dobson, dari Oxfort University.
Tahun 1985, dilaporkan oleh para ahli survei Antartik dari Inggris tentang adanya penurunan jumlah Ozon di atmosfer yang tercatat di Syowa, Antartik.
Tahun 1984. Dalam rangka pengkajian tentang perubahan iklim tersebut pada tahun 1984 WMO membuat proyek Sistem Pemantauan Iklim (Climate Monitoring System). Perubahan iklim tidak hanya karena perubahan keadaan atmosfer sendiri, melainkan berkaitan dengan factor lingkungan lainnya. EL Nino dan Osilasi Selatan adalah salah satu contoh pasangan fenomena yang menunjukkan adanya kaitan antara laut dan atmosfer. Dalam rangka penelitian ElNino dan Osilasi Selatan yang diduga mempunyai dampat iklim global sepanjang khatulistiwa mulai tahun 1984 dibentuk proyek TOGA (Tropical Ocean Global Atmosphere).
Kamis, 24 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar